Friday, October 31, 2008

Membaca Air Mata

Hari ini aku membaca air mata. Air mata yang mengalir melewati pipi putih wanita cantik dan kemudian pecah berhamburan di lantai yang kusam. Seperti hujan. Air mata itu seperti ingin wakili kesedihan yang dalam. Kesedihan yang menghujam dan meremukkan segala isi dada. Air mata kesedihan. Terbata-bata dia bercerita tentang seribu duka.

Mataku meruncing menyorot tajam air mata yang masih mengaliri cerita duka yang keluar dari bibir merah wanita itu. Aku mengikutinya dari awal saat kelopaknya basah digenangi air mata. Ketika mata indahnya berkedip, genangan air itu seperti diperas dan meluncur dari sudut-sudut matanya yang memerah. Sesaat dibarengi sesenggukan yang buat tubunya tergoyang beberapa kali. Selanjutnya, air mata itu melewati lagi pipi putihnya dan seterusnya...

Tak ada keinginanku untuk membasuhnya dengan kertas tisu atau ujung bajuku. Tidak juga dengan sapu tangan atau jari-jariku. Aku hanya melihat, memperhatikan dan menyimak cerita duka yang dibaginya denganku. Bukan karena keangkuhanku atau kekakuanku, tapi karena sesungguhnya peranku hanya sampai di situ: Mendengar! Itulah yang seharusnya terjadi.

Jika memungkinkan, di akhir cerita nanti aku bisa tenangkan hatinya, sekedar untuk membantunya memapah jiwanya yang lunglai dibantai kesedihan tak terperi. Itupun jika aku mampu. Jika tidak? Yang dia butuhkan saat ini hanya pundak dan lenganku untuk menjadi sandar dan naungan kepalanya.

Aku selami kesedihan itu. Aku cicipi kedukaan itu. Aku rasai kepedihan itu. Karena sepertinya bibirnya tak perlu berbicara, karena air matanya sudah banyak bercerita...

Thursday, October 30, 2008

Rehabilitasi Pikiran

Seminggu lalu aku tak berdaya. Himpitan pikiran dan keuzuran tubuhku tak kuat lagi bertahan pada kondisi alam yang sedang berubah. Tak pelak lagi, seluruh badanku tak berenergi. Kalaupun ada, adalah energi yang hanya mampu untuk mereguk segelas air dan butiran-butiran pahit obat dari dokter. Kali ini aku kalah (hei, siapa yang bisa melawan alam!). Kupasrahkan keadaanku waktu itu pada kenyataan seadanya.

Pada balutan baju-baju tebal yang menutup seluruh tubuhku aku meringkuk setiap hari, menahan dingin luar biasa yang datang entah darimana. Belum lagi seluruh kamar yang berputar mengelilingiku, seperti tengah menari dan mencibir pada secuil otakku yang mendorongku pada kesakitan ini.

Siapa yang ingin sakit? Apakah benar sakit itu berasal dari pikiran? Apakah sakit itu karena kita masih berpikir tentang bagaimana untuk tidak sakit? Apakah sakit itu efek dari "karena kita punya pikiran?" Apakah sakit itu sebenarnya kita yang membuatnya?

Aku ingat, pernah memperhatikan orang gila di suatu jalan di kota kelahiranku saat aku kecil. Orang itu tanpa baju, kulit hitam kotor, rambut gimbal. Intinya keadaannya benar-benar 'gila'. Tetapi badannya tegap dan terlihat sehat. Tak pernah kulihat dia mengenakan pakaian sekalipun hujan atau panas menyengat. Dan tak pernah kulihat dia tergeletak mengindikasikan bahwa dia sakit atau lelah. Setiap berangkat sekolah aku selalu melewatinya (karena dia sering mengais makanan di bak sampah di jalan menuju sekolahku). Dan itu berjalan setiap hari selama bertahun-tahun...

Apakah harus 'tak berpikir' untuk tidak sakit?

Dulu, seorang artis cantik yang pernah mengidap kanker (sekarang sudah sehat) pernah mengatakan di sebuah infotainment, bahwa kesehatan itu banyak dibantu oleh pikiran. Jika kita sakit parah misalnya, kata dia, tapi pikiran kita yakin bahwa kita dapat sembuh dan sehat, maka akan ada energi positif dari dalam yang mempercepat kesembuhan. Tapi jika kita sakit ringan, demam misalnya, tapi pikiran kita soal kematian dan kesengsaraan, ya sengsara dan matilah kita.

Sementara aku tergolek sakit dengan tidak berpikir apa-apa. Karena memang tidak bisa berpikir apa-apa. Hanya rindu bermain dengan anak-anakku untuk merehabilitasi pikiranku...

----

Notes: Suatu siang ada telpon nyasar ke ponselku. Kupikir maha penting, dengan lemah kuraih ponsel itu. Terdengar suara di seberang sana, "Halo, bisa ke warnet sebentar? Si Anu minta list kebutuhan bla...bla...bla. Ditunggu hari ini, soalnya mau bla...bla...bla...". Sepertinya aku kirim kabar kalau aku sakit sehari sebelumnya...

Didi Kempot - Sewu Kuto

Sewo Kuto Uwis Tak Liwati
Sewu Ati Tak Takoni
Nanging Kabeh
Podo Rangerteni
Lungamu Neng Endi
Pirang Tahun Aku Nggoleki
Seprene Durung Biso Nemoni

Wis Tak Coba
Nglaliake Jenengmu
Soko Atiku
Sak Tenane Aku Ra Ngapusi
Isih Tresno Sliramu

Umpamane Kowe Uwis Mulyo
Lilo Aku Lilo
Yo Mung Siji Dadi Panyuwunku
Aku Pengin Ketemu
Sanajan Sak Kedeping Moto
Kanggo Tombo Kangen Jroning Dodo

Friday, October 17, 2008

Michael Bolton - Said I Love You, but I Lied

You are the candle, love's the flame
A fire that burns through wind and rain
Shine your light on this heart of mine
Till the end of time
You came to me like the dawn through the night
Just shinin' like the sun
Out of my dreams and into my life
You are the one, you are the one

Chorus:
Said I loved you but I lied
Cause this is more than love I feel inside
Said I loved you but I was wrong
Cause love could never ever feel so strong
Said I love you but I lied

With all my soul I've tried in vain
How can mere words my heart explain
This taste of heaven so deep so true
I've foud in you
So many reasons in so many ways
My life has just begun
Need you forever, I need you to stay
You are the one, you are the one

You came to me like the dawn through the night
Just shinin' like the sun
Out of my dreams and into my life
You are the one, you are the one