Monday, August 25, 2008

Gerobak Sutrisno

Dua jam yang lalu...

Sutrisno sibuk membolak-balik tumpukan baju di lemari. Bagian atas sudah selesai diobrak-abriknya. Dia berhenti sejenak sambil garuk-garuk kepala, matanya berputar-putar seperti sedang mengingat sesuatu. Kemudian dia jongkok dan mengobrak-abrik tumpukan baju di bawahnya.

Ngatinem yang dari tadi memperhatikan tingkah suaminya kebingungan. Tidak biasanya suaminya sepulang jualan langsung mengobrak-abrik isi lemari. Biasanya dia membersihkan isi gerobak dulu, mandi dan sholat, baru kemudian beranjak tidur. Itu juga kalo si Thole jagoan-nya yang berumur 3 tahun itu tidak memintanya cerita tentang Kancil dan menemaninya tidur di depan TV kecilnya yang 'tak berwarna'.

"Pak, cari apa to, kok kayanya penting banget?" Tanya Ngatinem sambil membereskan baju-baju yang dilemparkan suaminya di atas bale-bale tempat mereka tidur.

"Kertas bu. Apa kamu liat kertas kecil yang aku selipkan di bawah baju di lemari ini?" Sambil menjawab, tangan Sutrisno tetap sibuk menjelajah setiap sudut lemari.

"Kertas apa sih, Pak, kok kayaknya penting banget?"

"Kertas ya kertas. Pokoknya kertas itu harus ketemu supaya kita bisa dapat uang untuk beli gerobak baru dan nambah-nambah kulakan."

Uang? Ngatinem makin penasaran. Tapi dengam sigap dan semangat langsung membantu mengacak-acak seisi rumah. Uang, apalagi yang lebih indah didengar saat ini selain kata itu, batin Ngatinem. Kali ini, giliran si Thole yang kebingungan melihat orang tuanya sibuk mengacak-acak isi rumah.

Tiba-tiba Ngatinem menghentikan pencariannya. Tumpukan kardus yang semula diambilnya dari belakang pintu perlahan diturunkannya. Dia bergegas menghampiri suaminya yang masih sibuk di sekitar lemari.

"Pak, sebenarnya yang kamu cari itu kertas kecil atau uang sih. Kalo cuma kertas, ngapain capek-capek nyari?" Ngatinem mulai sadar, kalo yang dia cari hanyalah kertas kecil, bukan uang.

"Itu kertas togel bu, Kemarin diam-diam aku beli togel dan tadi dikasih tau Wartijo jika angkaku tembus. Lumayan bu, bisa buat beli grobak baru untuk dagangan kita."

"Sudah kamu cari di kantong celanamu, Pak?"

Ngatinem bersemangat lagi membantu mencari kertas togel suaminya. Pikirannya sudah membayangkan sebuah gerobak baru bertengger di depan rumahnya. Gerobak yang bersih, kokoh dan rapi akan membuat pelanggannya tak jijik lagi membeli sayuran darinya. Ngatinem melirik gerobak tua yang masih terlihat dari tempatnya berdiri. Rodanya sudah berkarat. Sisi-sisinya sudah mengelupas dan bolong di sana-sini. Belum lagi catnya yang sudah menyatu dengan dekilnya debu. Kadang-kadang beberapa anak tikus berhamburan keluar dari lubang-lubang itu.

"Bu, ketemu Bu, ketemu Bu!" Dilihatnya suaminya mengacungkan selembar kertas kecil ke udara. Sesekali diciuminya kertas itu. Ngatinem tersenyum, sudah lama dia tidak melihat suaminya segembira itu. Sedetik kemudian suaminya sudah meninggalkannya menuju rumah Wartijo untuk mengambil uang.

Ngatinem membasuh mukanya yang kusam. Betapa dekat kebahagiaan dengan kesedihan. Bahkan, buat dia, sepertinya tidak ada lagi batasan antara keduanya. Lima menit yang lalu Suparno, tukang ojek yang masih sepupunya mengabarkan bahwa suaminya ada di Rumah Sakit karena kecelakaan. Saat menyeberang jalan di depan kecamatan sebuah mobil menyerempetnya hinga Sutrisno bergulingan dan terkapar di selokan. Sutrisno tak sadarkan diri ketika warga berhamburan menolongnya. Sementara mobil yang menyerempetnya tancap gas entah kemana. Warga tak sempat mencatat nomor polisinya.

Sekarang dia harus ke rumah sakit. Laju pikirannya tak terkedali membayangkan biaya pengobatan suaminya yang tulang lengan dan kakinya patah. Sedangkan kertas togel yang sedianya akan ditukarkan uang itu entah ada dimana sekarang.

Diliriknya TV kecil tak berwarna kebanggaan Thole yang masih menyala.

"Maafkan aku ya, Le..."

Wednesday, August 13, 2008

Mulut Tinja

Sandalku siap melayang bak meteor
Meninggalkan landasan kakiku yang kotor
Ke arah bibirmu yang jontor
Penuh teror

Untuk siapa kau buka mulut penuh tinja itu?
Apakah untuk orang disekelilingmu?
Atau hanya untuk kurcaci macam kami?
Dimana ada nyali?

Derajatmu tak lebih tinggi dari periuk nasi
Sama seperti kami
Coba kau mengerti
Masihkah ada sanubari?

Lidahmu masih saja menjulur
Mencari pantat mengkilat untuk kau luncur
Sampai menunggu waktunya hancur
Dan menyeretmu ke tanah kubur

Monday, August 11, 2008

Blog Bukan Tempat Buat Hacker!

Sebenarnya aku ragu-ragu mau menulis ini. Tapi biarlah, bukanya blog ini tempat kata-kata berkata? Aku mulai...

Sore itu seorang karibku tiba-tiba membuka pembicaraan dengan kalimat yang mambuatku bingung. "Kenapa sih orang bikin (nulis) blog? mau mengumbar masalah pribadi ke blogger? Masalah pribadi kok diumbar. Biar dapat belas kasihan?," katanya sinis. Aku yang saat itu kebetulan sedang bermain dengan papan ketik sontak menghentikan gerakanku. Kata-kata yang sedianya siap kukirimkan ke jari-jariku sontak terganjal.

"Aku mau bikin tulisan: Blog bukan tempat buat Hacker!" katanya lagi tanpa mempedulikan aku yang menarik dahiku tanda kebingungan mencari arah kalimatnya.

"Sumpah, aku bingung dengan kalimatmu." akhirnya aku dapat kesempatan untuk berbicara.

"Aku heran, kenapa sih orang suka nulis di blog, soal pribadi, cinta dan sebagainya? Biar dibaca orang? Buat apa? Kalo masalah pribadi mbok ya gak usah ditulis di blog. Aku gak suka seperti itu (menulis masalah pribadi di blog). Blog itu harus "jantan". Makanya aku bilang blog bukan tempat buat hacker!" Jelasnya berapi-api.

"Karib, kalau kamu membaca blog orang lain apakah kamu merasa rugi?" tanyaku.

"Kalau tulisan dan masalah pribadi yang ada di sana, dan aku merasa gak ada manfaatnya buatku, aku bilang rugi," jawabnya tangkas.

"Ok. Sekarang kalau blog itu isinya masalah pribadi, catatan harian atau persoalan cinta yang menye-menye, apakah kamu rugi jika tidak mambacanya?"

"Tidak!" Katanya.

"Ya sudah. Ketemu cara supaya kamu tidak rugi. Tak usahlah kamu baca blog seperti itu. Beres kan! Kalo soal Hacker yang kamu bilang 'tidak pantas' menulis di blog, itu hasil pemikiranmu. Silakan saja. Dari istilahnya seharusnya kamu bisa meraba. Orang yang mempunyai/menulis di blog disebut blogger, bukan hacker."

Karib saya terdiam. Sepertinya dia sedang mengatur lalu lintas istilah dan kata-kata yang ada di kepalanya supaya tidak bertubrukan.

Titik Terang

Adalah malam yang menegangkan buatku, ketika sebuah persoalan besar harus aku hadapi dan selesaikan kurang dari 12 jam. Besar tentu hanya buatku, mungkin tidak buat yang lain. Dan itu adalah malam ini.

Sejak sore pikiranku kalut, usaha yang aku lakukan untuk menyelesaikan persoalan itu menemui jalan buntu. Pikirku, tak seorangpun sanggup meringankannya tak peduli dia siapa. Semua jalan yang aku lalui dihadang seribu dinding batu yang tak mudah ditembus. Dan jujur ini sangat mempengaruhi konsentrasiku jalani waktu habiskan akhir minggu membuat keindahan.

Adalah kepercayaan pada-Nya yang sebenar-benarnya bisa pecahkan semua meteor persoalan yang menyerang kehidupanku. Aku akui itu. Ketika aku benar-benar tak sanggup lagi untuk temukan jalan, aku diberi-Nya jalan. Maksudku, saat aku tengah tersungkur di atas meja putus asa, pasrah dan sedikit perih atas jalan yang seharusnya aku lewati, sebuah pengharapan datang dan bangkitkanku.

Sungguh tidak aku sangka, aku mendapat kemudahan yang hantarkanku ke pintu terujung menembus dinding batu yang menghalangiku. Begitu sederhananya, begitu cepatnya dan begitu melegakanku. Terpujilah untuk susuatu yang papah aku melangkah lalui jalan itu (Doaku untuk kebahagian keluargamu). Dan tentu saja limpahan syukur untuk-Mu yang tak lelah menjagaku di keyakinanku pada-Mu yang tak menentu.

Sunday, August 10, 2008

Aku dan Rahasiaku

Orang keluhkanku karena anggap aku sering mengeluh. Sepertinya hidup yang aku jalani adalah hidup yang serba berbatas, hidup yang seraba kurang, hidup yang serba tak punya kepuasan. Mungkin seperti itulah pendapat mereka. Aku bisa bilang apa?

Tak mungkin semua persoalan di dalam hidupku aku beberkan ke semua orang. Tentang kesedihan, tentang kegembiraan dan tentang apapun. Apa yang meraka lihat dan dapatkan dariku hanyalah sebagian 'persoalan' yang sudah aku saring dan anggap 'aman' untuk diketahui banyak orang.

Aku tak pernah berusaha untuk merebut simpati, menghiba belas kasih atau apapun yang merendahkan harga diriku (terima kasih, Dodik sudah ajarkan ini) dengan obrolan "tentang aku". Ketika aku bertutur tentang seklumit persoalan hidupku, tak lain adalah bentuk rasa nyamanku berada di komunitas obrolan itu. Lain tidak.

Setiap orang pasti punya rahasia. Pun aku. Dan rahasia tidak selalu hal yang buruk. Ada rahasia yang menyenangkan juga, tapi ya itu tadi, setiap orang mempunyai limitasi atas rahasianya sendiri. Dan itu adalah hal yang wajar.

Sunday, August 3, 2008

Ada Band - Setinggi Nirwana

Saat kembali memelukmu
Terurai rasa yang semakin mendalam
Ku ingin dirimu masih rasakan hal sama
Cintaku setinggi-tingginya nirwana

Mungkin hatimu pertanyakan
Ada kepastian di lubuk jiwaku
Ku telah bersumpah setia berikrar denganmu
Takkan hempaskanmu yang kedua kalinya

Cinta jangan kau tinggalkan aku
leburkan ke dalam kepedihan
Maafkan aku yang sempat melukaimu
Cinta kau harus ampuni aku
atas s'gala tingkahku yang dulu
Tiada pantaskah ku tuk kembali memulainya

Kau bagai bintang di tengah samudera
Arahkan jiwa yang terlena akan dunia
Ampuni mata ini tak mampu melihat
Ke dalam cintamu sesungguhnya

Dirimu...slalu berikan keindahan nyata
di s'luruh lini hidup
Memancarkannya