Wednesday, August 19, 2009

Lintang dan Langit

Beberapa hari ini aku amati Langit --si kecil badung--. Ia ingin melakukan semuanya sendiri, mulai dari gosok gigi, pakai bedak, minyak telon, pakai celana sampai pakai baju. Walaupun akhirnya bedak berantakan di lantai dan celana tidak rapi terpakai, aku tetap kagum atas usahanya. Untuk keberhasilannya itu, aku selalu bertepuk tangan untuk Langit, anakku yang sudah berumur 2 tahun 5 bulan itu. Dia akan nyengir bangga tanda puas.

Inilah masa yang tidak ingin aku lewatkan; menyaksikan 2 boneka kecilku tumbuh memungut kepintaran-kepintaran manusia dari hidup sehari-hari. Apa jadinya jika pekerjaan yang sejatinya untuk menafkahi mereka justru menjauhkan kita dari kebahagiaan berada di momen ini? Semoga tidak terjadi (lagi) padaku!

Lintang --si sulung manja-- tumbuh menjadi gadis mungil yang kritis, terutama saat mengingatkanku pada jam pulang kantor dan hari libur. Sore hari, menjelang jam pulang kerja, tiap 15 menit HP-ku berbunyi...

"Ayah pulangnya jangan malam-malam,"

"Iya, sayang, ayah gak malam-malam kok pulangnya," jawabku menenangkannya.

"Ayah sampai rumah harus jam delapan, gak boleh jam sepuluh, gak boleh jam sembilan!" imbuhnya.

"Iya sayang, telat dikit gak apa-apa ya, kan macet..." belaku, karena aku tidak yakin bisa sampai rumah kurang dari jam sembilan setiap harinya.

"Ah, ayah gak serius, pokoknya 100% ayah jam 8 udah di rumah!"

"Iya sayang. Ya udah, ayah kerja dulu ya biar cepet selesai. Kalau ditelpon mulu kerjaan ayah malah jadi lama selesainya."

Telponpun ditutup setelah mengucapkan salam. Sebentar kemudian biasanya ada SMS masuk, yang isinya selalu membuatku geli: ayah tapi cepet ya, bener lho jam 8. Hahaha...

Sekali lagi, inilah momen terindah yang aku maksud, yang tidak akan terulang di kehidupan kapanpun. Menikmati tingkah polah anak-anak yang sekalipun kadang memancing emosi tapi di saat bersamaan justru akan mengubahnya menjadi rasa cinta dan sayang yang tak pernah terhenti. Bahwa anak merubah dunia harus diakui...

Langit masih berusaha memakai kaosnya sendiri. Berarti sudah setengah jam Langit berusaha. Lubang untuk lengan dimasukkan ke kepala, sedangkan lubang untuk kepala dimasuki kedua tangannya. Aku tak berusaha membantu, karena dia pasti menolaknya...

"Adek aja, adek aja. Adek patek baju ndili..." rengeknya selalu tiap dibantu.

Aku akui, dibanding Lintang, Langit lebih dini ingin melakukan semuanya sendiri. Mungkin karena Langit sudah belajar dari kakaknya lebih dulu, tak perlu menunggu pengajaran dari Taman Bermain atau Taman Kanak-kanak.

Inilah kehidupan yang bisa dinikmati. Melihat anak-anak sehat dan gembira.

Maka hanya orang sinting yang mengatakan bahwa keluarga harus dikalahkan untuk pekerjaan!

Tuesday, August 4, 2009

Netral - Terompet Iblis

Gue ngga percaya, ngga mengerti kanapa di dunia ini
Masih ada saja, manusia yang hidup seperti ini
Mencela memaki dan menghina sesama manusia
Merasa dirinya yang sempurna bagaikan seorang dewa

Elo ngga sadar kalo udah meniup terompet  iblis

Saturday, August 1, 2009

Jikustik - Saat Kau Tak Di Sini

Seperti bintang-bintang, Hilang ditelan malam
Bagai harus melangkah, Tanpa kutahu arah
Lepaskan aku dari, Derita tak bertepi
Saat kau tak disini

Seperti dedaunan, Berjatuhan di taman
Bagaikan debur ombak, Mampu pecahkan karang
Lepaskan aku dari, Derita tak berakhir
Saat kau tak ada disini

Saat kau tak ada, Atau kau tak disini
Terpenjara sepi, Kunikmati sendiri
Tak terhitung waktu, tuk melupakanmu
Aku tak pernah bisa, Aku tak pernah bisa