Wednesday, July 29, 2009

Rumba, Ayah dan Gadjah Mada

Wanita berkacamata itu memasuki rumah sebentar, kemudian keluar dengan posisi tas coklat di pundak kirinya --tidak berubah seperti ketika dia masuk-- dan masih tanpa melihatku sama sekali. Aku diam, tak berani menyapanya. Aku tau, percuma mencoba menarik perhatiannya karena memaksanya sama dengan mencoba menerobos dinding batu.

Aku kaget setengah mati, tiba-tiba orang berlarian di depanku. Sinar hijau berserabutan di sekitarku.

"Rumba ngamuk, Rumba gamuk," teriak orang-orang sambil berlarian.

Rumba? Rumba adalah anak kampung sebelahku yang paling badung. Segala kriminal kelas kampung telah dia lakukan. Selain nyopet, maling dia juga suka malakin anak-anak sekolah.

Aku penasaran. Bergegas kutuju asal orang berlarian di kuburan tua. Aku lihat orang-orang sakti di kampungku mencoba melawan Rumba yang mengamuk, menyakiti semua orang yang mencoba menghalanginya serta mengobrak-abrik kuburan.

"Aku orang paling sakti, tak ada yang bisa melawanku," teriak Rumba sambil mengayunkan tangannya ke depan. Sinar hijau melambung dari tangannya, menjatuhkan kumpulan batu nisan yang ada di depannya. Kemudian Rumba menjejakkan kakinya ke tanah dan meloncat sampai ke langit. Beberapa saat akhirnya dia sudah turun dan berdiri pongah di tempat semula.

Aku lihat ayahku hendak mencoba melawannya (Aku rindu ayahku). Tapi aku melarangnya karena kulihat kekuatan Rumba begitu luar biasa. Aku yakin Rumba tengah kerasukan. Tak mungkin dia punya kekuatan sakti sebesar itu. Ayahku jadi ragu.

Tak lama dari belakangku muncul orang dengan dandanan yang begitu kukenal, Rambutnya digelung ke atas dengan baju jaman Majapahit. Aha, dia Mahapatih Gadjah Mada. Dia turun dari langit untuk mengatasi keributan yang dilakukan Rumba. Sungguh kehormatan buat penjahat kampung sekelas Rumba.

Sedetik kemudian aku merasakan sebuah suara berdengung di belakang telingaku. Seberkas sinar hijau menghantam perut kananku. Aku rasa ngilu. Samar-samar kulihat tembok kamarku. Kipas angin meniup punggung dan telingaku dari belakang.

Aku bangun. Sialan! Mimpi yang aneh.

-----

Ini adalah mimpi yang aku ceritakan apa adanya. Mimpi yang aku alami kemarin, jadi wajar jika tak masuk akal. Tapi soal rindu pada ayahku itu, aku sungguh Rindu...

No comments:

Post a Comment